Jakarta, (Aktivis.co.id) – Harga gabah di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung mengalami penurunan tajam akibat panen yang dilakukan lebih awal. Kepala Perum Bulog Wilayah Sumsel dan Babel, Elis Nurhayati, menjelaskan bahwa panen dini oleh petani menjadi penyebab utama kondisi ini.
Padi Hijau dan Kadar Air Tinggi
Menurut Elis, padi yang dipanen lebih awal umumnya masih hijau dengan kadar air di atas 25 persen. Hal ini membuat Bulog tidak bisa menyerap hasil panen tersebut dengan harga sesuai kebijakan pemerintah.
“Bulog hanya dapat membeli gabah dengan harga Rp6.000 per kilogram jika kadar air maksimal 25 persen. Namun, jika kualitas panen bagus dan sesuai syarat, Bulog bisa menyerap dengan harga Rp6.500 per kilogram mulai 15 Januari, sesuai peraturan Presiden Prabowo,” jelas Elis.
Sayangnya, kekhawatiran terhadap cuaca ekstrem, seperti banjir yang dapat merusak tanaman, memaksa petani untuk memanen padi lebih cepat dari jadwal ideal.
Tekanan dari Pemanen dan Keterbatasan Alat
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, menambahkan bahwa tekanan dari para pekerja pemanen juga memengaruhi keputusan petani.
“Keterbatasan alat panen menjadi kendala. Banyak lahan harus dipanen, sementara alat tidak mencukupi. Petani takut tanaman tidak terpanen, sehingga mereka terpaksa memanen lebih awal meski belum matang,” ujar Sutarto.
Akibatnya, harga gabah di tingkat petani anjlok hingga Rp5.300 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram.
Bulog Siap Serap Panen Februari-Maret
Elis menyatakan bahwa Perum Bulog wilayah Sumsel dan Babel telah bersiap menyerap hasil panen sesuai HPP mulai Februari hingga Maret. Posko Bulog telah dibuka di sentra-sentra padi untuk menampung hasil panen petani.
“Kami berkomitmen membantu petani dengan menyerap gabah sesuai standar kualitas dan harga yang ditetapkan pemerintah,” kata Elis.
Langkah Strategis Diperlukan
Situasi ini menunjukkan perlunya langkah strategis untuk melindungi petani dari kerugian akibat faktor cuaca dan tekanan operasional. Penyediaan alat panen yang memadai, edukasi mengenai waktu panen yang tepat, serta koordinasi antara petani, pemanen, dan Bulog menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.
Dengan persiapan matang dari semua pihak, diharapkan panen padi mendatang dapat menghasilkan kualitas optimal dan harga yang lebih menguntungkan bagi petani.