RUU TNI Disorot: PBNU dan Yenny Wahid Kritisi Wacana TNI Aktif di Kejagung dan MA

Aktual Polisi71 Dilihat

Jakarta, (AKT) – Rencana revisi Undang-Undang (RUU) TNI Nomor 34 Tahun 2004 menuai kritik dari berbagai kalangan. Salah satu poin yang disoroti adalah usulan yang memungkinkan prajurit TNI aktif bertugas di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mahkamah Agung (MA). Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mohamad Syafi’ Alielha (Savic Ali), menilai kebijakan ini tidak masuk akal.

PBNU: TNI Tidak Dididik untuk Lembaga Hukum

Savic Ali mengungkapkan bahwa Kejagung dan MA membutuhkan kompetensi hukum yang sangat tinggi, sedangkan TNI tidak memiliki pendidikan yang relevan untuk tugas-tugas tersebut. Oleh karena itu, ia menolak keras usulan tersebut.

“Saya kira itu tidak masuk akal bahwa Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung butuh kompetensi hukum yang sangat tinggi dan TNI tidak dididik untuk ke sana,” ujar Savic dalam keterangannya di laman resmi NU.

Namun, Savic menilai bahwa prajurit TNI aktif masih bisa diterima di lembaga seperti Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang berkaitan dengan tugas kemanusiaan dan keamanan.

Kemunduran Semangat Reformasi dan Good Governance

Lebih lanjut, Savic menilai bahwa kehadiran TNI di MA dan Kejagung justru menjadi kemunduran bagi tata kelola pemerintahan yang baik. Ia menekankan bahwa hal ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998.

“Saya kira ini adalah kemunduran dari semangat good governance, pemerintahan yang bersih, dan demokratis,” tegasnya.

Yenny Wahid: TNI Harus Fokus pada Pertahanan Negara

Senada dengan Savic, Direktur Wahid Foundation, Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), juga mengkritisi usulan dalam RUU TNI ini. Ia menegaskan bahwa TNI harus tetap fokus pada tugas utama mereka dalam bidang pertahanan negara, tanpa masuk ke ruang-ruang sipil dan politik.

“Kalau TNI masuk ke jabatan sipil, mereka harus menanggalkan status sebagai prajurit aktif. Ini penting untuk menjaga kualitas demokrasi kita,” ujar Yenny.

Ia juga mempertanyakan standar ganda dalam pengisian jabatan sipil oleh TNI aktif. Menurutnya, harus ada kejelasan mengenai jabatan mana yang mengharuskan prajurit menanggalkan statusnya sebagai anggota aktif dan mana yang tidak.

“Kita minta klarifikasi, mengapa ada standar yang berbeda dalam jabatan sipil dan jabatan TNI aktif,” imbuhnya.

Perluasan Jabatan bagi TNI Aktif

RUU TNI ini mengusulkan agar jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 16. Beberapa lembaga baru yang masuk dalam daftar tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Keamanan Laut (Bakamla), BNPB, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejagung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Revisi UU ini masih dalam tahap pembahasan, namun banyak pihak mendesak agar dilakukan secara transparan dan tidak terburu-buru. Kritik dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa masyarakat sipil perlu terus mengawal perkembangan kebijakan ini agar tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi dan reformasi.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *