Sejarah kesultanan Sambaliung dan Tokoh Dalam Upacara 17 Agustus 1949 : Sultan Muhammad Aminudin

Budaya539 Dilihat

Aktivis.co.id- (BULUNGAN )Kaltara- Sultan Muhammad Aminudin adalah salah satu tokoh yang hadir pada upacara pengibaran bendera merah putih di 17 Agustus 1949 di Tanjung Palas, Bulungan. Sejarah ini untuk mengenal lebih dalam sosok Sultan Aminudin.

Diketahui beliau adalah putera dari Sultan Adil Jalaludin, nama panggilannya adalah Datu Renik alias si Beling. Dalam usia yang muda telah dilantik menjadi Sultan Sambaliung pada tahun 1902 yang sebelumnya menjadi wakil Sultan Bayanudin selama 18 Tahun (Rahmatsyah, 2015 dalam Risfiana dkk, 2021).

Polres Berau Gelar Kegiatan Penghijauan dalam Rangka HUT Bhayangkara ke-78

Sebagai penjelasan foto berdasarkan nomor pada sejarah upacara 17 Agustus 1949 tersebut berikut nama-nama yang sudah teridentifikasi.

1. Sultan Bulungan, M.M. Jalaludin (No.21).

2. Sultan Sambaliung, M. Aminudin (No.22).

3. Sultan Gunung Tabur, Achmad Sulaiman (No.23).

4. Ketua Dewan Rakyat Kesultanan Bulungan, Muhammad Rasyid gelar Sutan Raja Emas (No.8). Beliau ini adalah tokoh Ikatan Nasional Indonesia cabang Tarakan, sebuah partai politik yang berafiliasi dengan PNI nya Soekarno.

5. Datu M. Saleh gelar Datu Perdana (No. 25).

6. Andi Walang gelar Datu Laksmana Setiadiraja (No.26).

7. Utusan Long Iram, Kutai, Sampan alias Zainudin (No. 24).

8. Datu Mukemat gelar Raja Muda Azimudin (No.5)

9. Moechsin (sekretaris Federasi Kalimantan Timur) (No.3)

10. Adji Raden Djojoprawiro (sekretaris umum Federasi Kalimantan Timur), (No.4)

11. Adji Raden Djokoprawiro (wakil ketua Majelis Pemerintah Daerah Kalimantan Timur), (No.7)

12. Adji Raden Afloes (Ketua Badan Harian Dewan Kalimantan Timur) (No.6)

13. Sultan Aji Parikesit dari Kutai (No.20)

14. Andi Muhammad Saleh Petalolo, Kiai di Malinau (No.2)

Sultan Muhammad Aminudin menjadi Sultan yang terlama menjabat dalam sejarah Kesultanan Sambaliung. Wafat pada tahun 1959, beliau menjabat kurang lebih 57 tahun. Di awal pemerintahannya, beliau memindahkan keraton Sambaliung dari tepi sungai Gayam ke tepi Sungai Berau (saprudin01.blogspot.com, 2017 diakses 21 Juni 2024).

Keraton ini masih bertahan sampai sekarang berikut meriam di halamannya. Penulis pernah mengunjunginya pada tahun 2011.Dalam masa kepemimpinannya, Sultan Aminudin juga berhasil mengayomi masyarakat Kesultanan Sambaliung melewati dua perang dunia (1914 dan 1939), penjajahan jepang (1942-1945), masa perjuangan kemerdekaan (1945 – 1949) dan masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950), masa daerah swapraja (1950 – 1953) dan masa daerah istimewa (1950 – 1959).

Kehebatan beliau dalam memimpin ini nampaknya mengikuti jejak moyang beliau, Sultan Alimuddin gelar Raja Alam yang namanya dipakai oleh Batalion 613 Raja Alam yang berkedudukan di Kotamadya Tarakan. Melalui SK No.007/TK/1999 tanggal 13 Agustus 1999, presiden RI kala itu juga menetapkan Sultan Alimuddin sebagai tokoh nasional yang berhak mendapat penganugerahan tanda kehormatan bintang jasa.

Selain kisah kepemimpinan Sultan Alimuddin yang inspiratif, terdapat juga kisah populer bagi masyarakat Sambaliung, yakni mengenai persahabatan Sultan Aminudin dengan sosok tangan gaib raksasa. Makhluk gaib ini bernama Si Garutu. Sultan Aminudin dikabarkan setiap tahun mengadakan ritual persembahan untuk sahabatnya itu di Gunung Pangadakan Sambaliung (Saprudin01.Blogspot.com, 2017 diakses 21 Juni 2024).

Persahabatan mereka cukup kuat sehingga Si Garutu menjadi semacam pelindung bagi Sultan. Konon Jepang pernah menjatuhkan Bom di atas Keraton Kesultanan Sambaliung, namun sebuah tangan gaib menangkap Bom tersebut dan melemparkannya jauh-jauh sehingga keraton tersebut selamat. Untuk mengenang kisah populer itu, dibangunlah suatu monumen berwujud tangan raksasa di halaman Keraton Sambaliung pada tahun 2020 yang lalu.

Di masa perjuangan kemerdekaan periode 1945-1949 Sultan Muhammad Aminudin berada di pihak Republik Indonesia. Beliau bersama Sultan Gunung Tabur dan Sultan Bulungan menitipkan amanat kepada Datu Bendahara Paduka Raja dari Kesultanan Bulungan untuk menghadiri Konferensi Malino pada tahun 1946. Dalam konferensi itu Datu Bendahara menyampaikan amanat ketiga Sultan tersebut, yakni mendukung kemerdekaan republik Indonesia (Bestari, 1965).

Pendirian ini dipegangnya dengan teguh hingga akhir hayatnya, bahu membahu dengan Sultan Kutai, Gunung Tabur dan Bulungan serta tokoh pergerakan Kaltim dan Kaltara lainnya sehingga pada puncaknya terlaksanalah upacara legendaris pada 1949 itu dimana para tokoh tersebut berpose bersama. Untuk menghargai jasa-jasanya, Nama Sultan Aminudin juga digunakan sebagai nama salah satu Jalan di Berau.

Di akhir hidupnya Sultan Aminudin memiliki banyak keturunan, yakni 17 orang putera dan puteri. Saat ini salah satunya menjadi penerus beliau sebagai Sultan Sambaliung, yakni Raja Muda Perkasa Datu Amir Sultan Raja Muda Perkasa.

Demikianlah penulis dan narasumber sejarah ini tentang Sultan Muhammad Aminuddin. Sebagai narasumber Joko Supriyadi Ketua YSBK( Yayasan Sejarah dan Budaya kaltara) mengungkapkan sejarah singkat ini pembaca mendapatkan manfaat dari nilai sejarah dan perjuangan bangsa.

Joko Supriyadi mengajak semoga dengan tulisan ringkas ini,jasa-jasa Sultan Aminudin terhadap masyarakat Sambaliung dan terhadap kemerdekan republik Indonesia bisa selalu dikenang oleh kita dan generasi yang akan datang.

(Teguh S)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *