Banyuwangi Gelar Festival Kebangsaan untuk Merayakan Keberagaman Budaya

Budaya49 Dilihat

Banyuwangi (Aktivis.co.id) – Selain dikenal dengan wisata alamnya, Banyuwangi juga dikenal dengan kemajemukan suku, budaya dan tradisi. Berbagai kekayaan budaya dan tradisi dari suku-suku dan etnis tersebut, kembali diangkat dalam Festival Kebangsaan yang digelar di Gedung Seni Budaya (Gesibu) Blambangan,

Digelar selama 2 hari, mulai 15-16 November 2024, tahun ini tema yang diangkat adalah ‘Kembang Setaman Harmoni Nusantara’. Tema ini menggambarkan sebuah taman yang banyak ditumbuhi bunga warna-warni yang elok dan indah untuk dilihat.

Tema tersebut bukan tanpa alasan. Warga Banyuwangi terdiri dari berbagai suku, termasuk suku Using, Mandar, Jawa, Bali, Madura, serta etnis Tionghoa dan Arab.

“Mengutip lirik dari lagu Umbul-umbul Blambangan, Banyuwangi adalah tamansari nusantara yang berarti miniaturnya Indonesia. Kerukunan ini kemudian kami bungkus dengan Festival Kebangsaan ini,” kata Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah, Sabtu malam (16/11/2024).

Beragam seni budaya dari berbagai suku tersebut ditampilkan dengan apik dalam sebuah panggung festival. Dihadiri pula berbagai tokoh masyarakat, budayawan dan pemuda yang tergabung dalam Forum Pembauran Kebangsaan (FPK).

“Beragam suku yang ada di Banyuwangi memperkaya tradisi seni dan budaya Banyuwangi yang tentunya menjadi modal sosial untuk membangun Banyuwangi. Kerukunan antar etnis Ini harus kita rawat dengan baik,” kata Sugirah.Banyak etnis lain, selain suku Osing, yang juga sarat sejarah dan sampai saat ini masih eksis keberadaannya hingga kini.

Seperti Suku Tionghoa yang ada di Banyuwangi. Berasal dari Fukkien Selatan, mata pencaharian mereka adalah berdagang sesuai daerah asalnya. Keberadaannya bisa ditelusuri di daerah pecinan, Karangrejo.

Selain itu juga ada Suku Mandar. Dikutip dari berbagai sumber, para pelaut Mandar mulai berdatangan ke Banyuwangi, yang dulu disebut Blambangan, mulai abad 18 hingga 19. Tujuan utamanya untuk berdagang.

Awalnya mereka tinggal di Ulupampang, yang sekarang dikenal Muncar bersama para pedagang lain dari Bugis, Melayu, Tionghoa, dan Arab. Kebijakan kolonial Belanda yang mengharuskan pemukiman berdasarkan etnis, membuat mereka harus pindah. Mereka lalu mendiami pesisir Pantai Boom, yang kini dikenal sebagai Kampung Mandar.

Plt. Bakesbangpol Banyuwangi Agus Mulyono, menjelaskan selain malam puncak Festival Kebangsaan, sebelumnya juga digelar show kebangsaan dan berbagai kegiatan menarik lainnya, seperti aneka kuliner khas etnis, lagu-lagu daerah, tarian antar ethnis hingga drama tari nusantara “Kembang Setaman”.

“Alhamdulillah di Banyuwangi sudah tercipta kerukunan antar suku dan etnis dan Festival ini untuk memperkuat serta memelihara silaturahmi antar etnis dan suku,” ujar Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *