Aktivitas Bongkar Muat Pupuk di Jeti SBB Berau Diduga Langgar Regulasi

Aktivitas Bongkar Muat Pupuk di Jeti SBB Berau Diduga Langgar Regulasi

Berita57 Dilihat

(Aktivis.co.id)-Berau, Kalimantan Timur — Aktivitas bongkar muat pupuk skala besar di Jeti SBB, Kabupaten Berau, kini menuai sorotan tajam. Kegiatan yang diduga belum mengantongi izin lengkap ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi pelayaran nasional.

Berdasarkan hasil penelusuran tim media di lapangan, kapal yang bersandar di Jeti SBB yang sejatinya memiliki izin peruntukan khusus untuk batubara tengah melakukan pembongkaran pupuk. Muatan kemudian diangkut menggunakan truk kuning menuju sejumlah perusahaan kelapa sawit di wilayah Berau dan Kalimantan Utara.

Dokumen lapangan menunjukkan bahwa pupuk tersebut berasal dari PT Berkah Setia Trans, Gresik, Jawa Timur, dengan inisial pemilik di lapangan disebut “M.” Namun hingga berita ini diturunkan, kelengkapan dokumen dan izin operasional kapal masih belum jelas.

Di lokasi, tim juga menemukan indikasi pelanggaran terhadap standar keselamatan kerja (K3) serta pencemaran lingkungan.

“K3-nya tidak standar, sangat berbahaya bagi pekerja,” ujar seorang saksi mata.

Lebih memprihatinkan, sisa pupuk yang tercecer di dermaga terlihat mengalir langsung ke Sungai Segah. Padahal, limbah pupuk sawit yang mengandung bahan kimia aktif dapat mengganggu ekosistem perairan dan kesehatan masyarakat pesisir.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Syahbandar Kabupaten Berau, Lister, tidak memberikan tanggapan resmi. Sementara itu, staf Syahbandar bernama Fatah mengakui bahwa izin bongkar muat pupuk masih dalam proses, namun kegiatan tetap berjalan atas dasar “kebijakan.”

Kebijakan semacam ini patut dievaluasi, karena berpotensi bertentangan dengan sejumlah regulasi nasional, antara lain:

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menegaskan bahwa setiap kegiatan pelabuhan harus memiliki izin dan memenuhi aspek keselamatan serta perlindungan lingkungan maritim.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 125 Tahun 2016 tentang Kepelabuhanan, yang mewajibkan izin penggunaan fasilitas pelabuhan sesuai peruntukannya.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang pembuangan limbah berbahaya ke perairan umum tanpa pengelolaan yang benar.

Kebungkaman pejabat dan lemahnya pengawasan menjadi catatan penting bagi publik. Masyarakat menilai, transparansi dan ketegasan aparat pengawas pelabuhan perlu diperkuat, agar tidak muncul kesan adanya kelonggaran terhadap kegiatan yang berpotensi melanggar hukum.

Sejumlah warga dan pemerhati lingkungan menyerukan agar Kejaksaan, Kementerian Perhubungan, turut meninjau ulang mekanisme izin di pelabuhan-pelabuhan daerah.

Tujuannya bukan untuk menghukum, melainkan untuk memastikan setiap kebijakan berjalan sesuai aturan dan berpihak pada keselamatan, keadilan, serta kelestarian lingkungan.

Kasus ini menjadi cermin penting bagi tata kelola sektor maritim di Indonesia. Di tengah pesatnya arus industri dan perdagangan, keseimbangan antara kepentingan ekonomi, hukum, dan ekologi harus tetap dijaga.

“Pembangunan ekonomi tidak boleh menyingkirkan tanggung jawab terhadap lingkungan dan keselamatan manusia,” tulis tim redaksi dalam catatan editorialnya.***

(Redaksi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *