Menakar Komitmen dan Integritas Wakil Rakyat Kabupaten Berau

Menakar Komitmen dan Integritas Wakil Rakyat Kabupaten Berau

Opini40 Dilihat

Oleh: Teguh, S.H.

Berau, Kaltim – (Aktivis.co.id) – Di tengah dinamika perubahan sosial, ekonomi, dan tata kelola pemerintahan, peran dan integritas wakil rakyat Kabupaten Berau tengah menjadi perhatian serius publik.

Sorotan ini bukan semata-mata bentuk kritik, melainkan cermin dari besarnya harapan masyarakat agar lembaga legislatif tampil kuat menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan representasi aspirasi rakyat.

Ujian terhadap kinerja DPRD saat ini tidak lagi cukup dinilai dari kelengkapan administrasi atau kegiatan seremonial, tetapi dari sejauh mana mereka berani mengambil sikap, menyuarakan kebenaran, serta menghadirkan solusi nyata atas persoalan mendasar yang dirasakan masyarakat khususnya kelompok yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah, seperti buruh, petani, nelayan, pelaku UMKM, dan masyarakat adat.

Beberapa dinamika di lapangan, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, ketimpangan dalam perekrutan tenaga kerja, serta lemahnya perlindungan terhadap pelaku ekonomi lokal, menunjukkan bahwa masih terdapat ruang perbaikan yang signifikan. Kebijakan harus dibuat lebih berpihak dan berorientasi jangka panjang, dengan pendekatan yang responsif terhadap kondisi nyata masyarakat.

Sektor pertanian dan perikanan masih menghadapi tantangan klasik: minimnya infrastruktur, kesenjangan distribusi hasil produksi, serta lemahnya perlindungan terhadap ekosistem penyangga.

Sementara itu, di tengah ketergantungan yang besar pada sektor pertambangan, sudah saatnya DPRD bersama pemerintah daerah merumuskan arah baru menuju ekonomi pasca tambang yang inklusif dan berkelanjutan.

Sektor pariwisata yang potensial seperti Derawan, Kakaban, Maratua, dan Labuan Cermin pun menghadapi masalah serupa. Minimnya perencanaan yang matang dan belum optimalnya perlindungan lingkungan menyebabkan sejumlah pulau wisata mulai mengalami erosi akibat ombak besar dan kurangnya penguatan garis pantai. Mitigasi cepat sangat dibutuhkan sebelum kerusakan menjadi tak terpulihkan.

Lebih dari itu, warisan budaya dan sejarah seperti bangunan peninggalan kolonial Belanda yang semestinya menjadi saksi sejarah dan daya tarik wisata, justru dibiarkan rusak atau bahkan ditambang. Padahal, berdasarkan ketentuan perundang-undangan, situs sejarah wajib dilindungi dan dimanfaatkan secara bijak untuk pendidikan dan pengembangan pariwisata berwawasan budaya.

Krisis lingkungan menjadi isu mendesak yang tak bisa ditunda. Hutan lindung mulai digarap, alih fungsi lahan semakin masif, dan eksploitasi sumber daya alam meluas hingga ke daerah aliran sungai.

Dampaknya nyata: banjir pascahujan yang makin sering terjadi merupakan hasil dari rusaknya daya dukung lingkungan. Dalam hal ini, DPRD harus memperkuat fungsi legislasi dan pengawasan, mendorong percepatan reboisasi, serta memastikan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan berjalan tegas dan adil.

Salah satu instrumen strategis yang belum dioptimalkan sepenuhnya adalah program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar di Berau, terutama di sektor tambang, kehutanan, dan energi.

CSR tidak boleh hanya dimaknai sebagai bantuan seremonial atau pencitraan semata, tetapi harus menjadi komitmen jangka panjang yang menyentuh kebutuhan riil masyarakat: pembangunan fasilitas publik, program pendidikan, layanan kesehatan, dan terutama penghijauan kembali wilayah rusak melalui reboisasi menyeluruh.

DPRD harus mengambil peran sentral dalam mendorong sinkronisasi antara pelaku usaha dan kepentingan masyarakat lokal, agar implementasi CSR benar-benar hadir sebagai solusi dan kontribusi nyata bagi keberlanjutan daerah.

Kondisi lingkungan perkotaan juga perlu mendapatkan perhatian. Lalu lalang kendaraan berat dan truk tambang menyebabkan kerusakan jalan, debu bertebaran, dan udara kota semakin tercemar. Lingkungan yang kotor dan kualitas udara yang memburuk sangat berdampak pada kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Masyarakat tidak butuh penanganan reaktif, melainkan kebijakan yang preventif dan berkelanjutan dalam menata kota yang sehat dan manusiawi.

Dalam kerangka pembangunan, transparansi pengelolaan anggaran menjadi fondasi yang tak bisa ditawar. Masyarakat mendambakan kebijakan yang akuntabel dan partisipatif, serta penggunaan anggaran yang benar-benar menyentuh kepentingan publik, bukan sekadar memenuhi target belanja tahunan.

Harapan besar juga diletakkan pada forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD. Forum ini seharusnya tidak menjadi formalitas belaka, tetapi ruang strategis untuk menyerap aspirasi, merumuskan solusi, dan menjaga akuntabilitas kebijakan publik.

Kini adalah saat yang tepat bagi DPRD Kabupaten Berau periode 2024–2029 untuk tampil sebagai pelopor perubahan. Bukan hanya sebagai penyusun regulasi, tetapi juga sebagai motor penggerak keberpihakan rakyat, pengawal moral anggaran, dan mitra kritis bagi pemerintah daerah dalam menata masa depan Berau.

Dengan komitmen dan integritas, setiap anggota dewan dapat menjadikan jabatan yang diemban sebagai jalan pengabdian yang bermartabat. Karena pada akhirnya, kepercayaan rakyat hanya akan tumbuh dari ketulusan sikap, keberanian bersuara, dan kerja nyata yang membawa manfaat bagi masyarakat.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *