AKTIVIS.CO.ID – Stoicism, adalah aliran filsafat yang menekankan pada ketenangan batin, pengendalian diri, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan. Aspek penting dari ajaran Stoa adalah pertimbangan emosi negatif, termasuk keinginan untuk membalas dendam. Dalam Stoicisme, balas dendam tidak hanya dianggap tidak produktif, tetapi juga merusak kedamaian batin dan kebahagiaan seseorang.
1 Menguasai emosi dan memahami diri sendiri
Menurut ajaran Stoic, emosi negatif seperti kemarahan dan kebencian, yang biasanya memicu perasaan balas dendam, harus dikendalikan. Epictetus, seorang filsuf Stoa, mengajarkan bahwa kita tidak dapat mengendalikan apa yang orang lain lakukan, tetapi kita dapat mengendalikan bagaimana kita bereaksi terhadap mereka. Balas dendam, menurut kaum Stoic, adalah bentuk hilangnya kendali diri dan reaksi yang berasal dari keinginan untuk membalas luka dengan cara yang merugikan kedua belah pihak.
Seneca, seorang filsuf Stoic lainnya, menyebutkan dalam karyanya De Ira (Tentang Kemarahan) bahwa kemarahan adalah racun yang merusak jiwa. Dia menekankan bahwa kita harus membebaskan diri kita dari perasaan ingin membalas dendam, karena hal ini akan membuat kita bergantung pada tindakan orang lain. Jika kita membiarkan diri kita terbawa oleh kemarahan atau keinginan untuk membalas dendam, bagi orang Stoa, ini berarti kita membiarkan orang lain menguasai kebahagiaan kita.
2 Pentingnya kebajikan dan kebijaksanaan
Dalam filosofi Stoic, kebajikan adalah sumber utama dan satu-satunya sumber kebahagiaan sejati. Kebajikan ini meliputi pengendalian diri, keadilan, kebijaksanaan, dan keberanian. Balas dendam tidak pernah dianggap sebagai tindakan yang sesuai dengan kebajikan. Sebaliknya, kaum Stoa menganjurkan pengampunan dan mencoba memahami orang lain daripada bereaksi dengan kebencian.
Marcus Aurelius menulis dalam Meditations bahwa adalah tugas kita untuk bersikap adil dan bijaksana ketika seseorang berbuat salah kepada kita, bukan untuk membalas dendam. Dia menyarankan agar kita melihat kesalahan orang lain sebagai akibat dari ketidaktahuan atau kesalahpahaman mereka dan bukan sebagai sesuatu yang harus kita balas dengan kebencian.
3 Berkonsentrasi pada hal yang dapat dikendalikan
Wawasan Stoic yang penting adalah membedakan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Balas dendam biasanya berasal dari keinginan untuk mengendalikan atau menghukum tindakan orang lain yang berada di luar kendali kita. Membalas dendam berarti membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan. Lebih baik fokus pada reaksi kita sendiri – yaitu tetap tenang, rasional, dan jujur.
Filosofi Stoic mengajarkan kita bahwa balas dendam hanya akan memperpanjang siklus penderitaan. Sebaliknya, Stoisisme mendorong kita untuk mengatasi keinginan ini dengan tetap acuh tak acuh terhadap tindakan orang lain. Dengan cara ini, kita dapat mempertahankan kedamaian batin dan menjalani hidup kita sesuai dengan prinsip-prinsip kebajikan.
Menurut pandangan Stoic, balas dendam adalah tindakan yang bertentangan dengan kebajikan dan pengendalian diri. Para filsuf Stoic seperti Seneca, Epictetus dan Marcus Aurelius menekankan pentingnya mengendalikan emosi kita, memaafkan dan fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan. Alih-alih membalas dendam, mereka mendorong kita untuk hidup dengan kebijaksanaan, keadilan, dan kedamaian batin.
Sumber:
1. Seneca, The Ira (Tentang Kemarahan)
2. Epictetus, Treatises dan Enchiridion
3 Marcus Aurelius, Meditations
baca juga Penjual Kopi Harus Paham dalam Penyajian Kopi Serta Ukuran Cangkir yang Sesuai