KSAD Maruli Dianggap Menormalisasi Kekerasan, Serangan TNI Ke Polres Jayawijaya Dianggap Tak Serius

Berita274 Dilihat

Jakarta, Aktivis.co.id- Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak DPR segera memanggil dan mengevaluasi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak atas sikapnya yang dinilai menormalisai kekerasan. KSAD menyatakan serangan prajurit TNI kepada Polres Jayawijaya belum mencapai taraf serius karena tak menimbulkan korban jiwa.

Baca juga : Diduga Tidak Membayarkan Beasiswa, IKAPMABAS-PKU Minta Bupati Pelalawan Sidak PT. SSDP

Sejumlah anggota TNI menyerang Malolres Jayawijaya pada Sabtu, 2 Maret 2024 sekitar pukul 20.10 WIT. Aksi penyerangan itu diduga dilakukan oleh prajurit TNI dari Batalyon 756/WMS. “Koalisi mengecam tindakan serangan itu karena hal tersebut merupakan tindakan melanggar hukum,” tulis Koalisi Sipil dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 8 Maret 2024.

Tak hanya itu, Koalisi meminta Komnas HAM menyikapi sikap KSAD yang membiarkan kekerasan itu terjadi dan mendesak para pelaku kekerasan diproses hukum. Koalisi juga mendesak Presiden dan DPR segera mereformasi peradilan militer dengan membuat perpu tentang perubahan sistem peradilan militer atau mengajukan revisi Undang-Undang tentang Peradilan Militer.

Baca juga : Cegah Stunting, Bappeda Rohil Gelar Rakor Pelaksanaan Aksi Konvergensi Stunting Tahun 2024

Koalisi menilai tidak ada alasan yang dapat dibenarkan atas serangan anggota TNI itu. Menurut Koalisi, serangan oknum angota TNI ke Polres Jayawijaya itu adalah tindakan yang melawan dan melanggar hukum. “Sudah seharusnya yang dilakukan pimpinan TNI adalah mengecam dan tidak menoleransi tindakan semacan itu,” tulis Koalisi Sipil. Tak berhenti di situ, Koalisi menilai pernyataan KSAD berbahaya karena berpotensi tidak memberikan efek jera kepada anggota TNI pelanggar hukum. Dengan begitu, Koalisi menilai kejadian-kejadian serupa sangat mungkin terjadi karena dinormalisasi oleh KSAD. “Pernyataan itu dapat menormalisasi kekerasan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum TNI,” tulis Koalisi.

Menurut Koalisi, kantor polres adalah bagian kantor pemerintah sehingga tidak bisa menjadi target serangan TNI. Jika terdapat masalah, Koalisi menilai seharusnya sesama lembaga pemerintah saling berkomunikasi, alih-alih melancarkan serangan.

Bila serangan terhadap lembaga pemerintahan resmi disikapi oleh KSAD bersikap permisif, Koalai mempertanyakan bagaimana nantinya apabila ada serangan kepada masyarakat sipil dan gelompok gerakan demokrasi. “Ini berbahaya dan sangat berbahaya,” tulis Koalisi.

 

Koalisi menilai tindakan penyerangan dan pengerusakan oleh anggota TNI tidak hanya telah mencoreng nama baik TNI, tetapi juga menjadi bukti bahwa aksi kekerasan dan kejahatan yang melibatkan anggota TNI belumlah berhenti. Sebelumnya terdapat kasus-kasus penyerangan oleh aparat TNI yang terjadi di sejumlah daerah Koalisi mencatat, penyerangan ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya pada 11 Desember 2018 dan 29 Agustus 2020 Polsek Ciracas Jakarta Timur diserang Anggota TNI, kemudian penyerangan juga terjadi pada 20 April 2023 terhadap Pos Polisi dan Rumah Kapolda NTT, terakhir pada  27 April 2023 Mapolres Jeneponto juga diserang TNI.

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari gabungan berbagai organisasi. Mereka yaitu Imparsial, Kontras, Amnesty International, PBHI, YLBHI, Centra Initiative, Walhi, HRWG, ICW, Forum de Facto, ICJR, Setara Institute, LBH Masyarakat, dan AlDP Papua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *