Pekanbaru, aktivis.co.id – Gelombang penolakan terhadap hasil Konferensi Cabang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Pekanbaru yang digelar pada 3 November lalu semakin membesar. Setelah kritik keras yang dilayangkan berbagai pihak, kini sejumlah Ketua PGRI Cabang se-Kota Pekanbaru resmi menyatakan sikap menolak hasil pemilihan yang menetapkan Miftahudin, M.Pd.I, sebagai Ketua PGRI Kota Pekanbaru periode 2025–2030.
Dalam pernyataan sikap tertulis yang diterima redaksi, para ketua cabang menyebut bahwa konferensi yang dilaksanakan di Gedung Guru Provinsi Riau tersebut cacat prosedur dan melanggar mekanisme organisasi. Mereka menilai proses pemilihan diwarnai dengan penunjukan sepihak, manipulasi mandat, hingga pengabaian terhadap kepengurusan cabang yang masih sah secara hukum.
“Kami menyatakan penolakan terhadap proses dan hasil Konferensi PGRI Kota Pekanbaru karena tidak melibatkan pengurus cabang yang sah dan aktif,” tulis mereka dalam pernyataan sikap bersama, Kamis (13/11).
Para ketua cabang menegaskan bahwa Surat Keputusan (SK) kepengurusan PGRI di masing-masing kecamatan masih aktif dan sah secara hukum, sehingga tindakan PGRI Provinsi Riau maupun Plt. PGRI Kota yang mem-PLT-kan para ketua cabang tanpa koordinasi dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap aturan organisasi.
Lebih jauh, mereka mengungkap bahwa sejumlah orang yang hadir dalam konferensi bukanlah pengurus cabang PGRI, melainkan individu yang baru diberikan surat mandat pada hari pelaksanaan. “Beberapa peserta bahkan mengaku dihubungi lewat telepon dan langsung ditunjuk sebagai Plt PGRI Cabang tanpa dasar yang jelas,” ungkap salah satu ketua cabang yang hadir dalam pertemuan klarifikasi.
Ironisnya, menurut pernyataan para ketua cabang, pihak panitia konferensi disebut secara sengaja menutup-nutupi kegiatan agar tidak menimbulkan reaksi publik. “Ada pernyataan bahwa konferensi sengaja dibuat senyap agar tidak heboh dan tidak menimbulkan kegaduhan. Ini sudah di luar nalar etika organisasi,” tegas mereka.
Dalam delapan butir sikap yang disampaikan, para ketua PGRI cabang menuntut agar Wali Kota Pekanbaru selaku Dewan Pembina PGRI Kota mengambil alih sementara pembinaan organisasi hingga situasi kembali kondusif. Mereka juga meminta PGRI Provinsi Riau menghentikan segala bentuk intervensi terhadap urusan internal PGRI Kota Pekanbaru.
“PGRI seharusnya menjadi wadah persatuan guru, bukan alat kekuasaan segelintir orang. Kami menolak segala bentuk manipulasi dan meminta konferensi diulang dengan mekanisme yang terbuka dan demokratis,” tulis mereka.
Pernyataan keras dari para ketua cabang ini menambah panjang daftar penolakan terhadap hasil pemilihan Miftahudin. Hingga kini, pihak PGRI Provinsi Riau belum memberikan klarifikasi resmi atas dugaan keterlibatan mereka dalam polemik yang makin melebar ini.
Konflik internal yang mencuat ini menandai krisis kepercayaan di tubuh PGRI Kota Pekanbaru. Organisasi yang seharusnya menjadi simbol solidaritas dan kehormatan guru kini justru terjebak dalam pusaran kepentingan dan dugaan manipulasi kekuasaan di balik layar.












