(Aktivis.co.id) Berau, Kaltim – Ketua Generasi Muda GM FKPPI Kalimantan Timur, Bastian, menyoroti persoalan reklamasi tambang dan ketidaktransparanan penyaluran CSR perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur. Menurutnya, praktik ini selama ini menjadi ruang gelap dalam tata kelola pertambangan di daerah.
Bastian menegaskan bahwa praktik yang terjadi di lapangan jauh dari harapan regulasi dan bahkan bertentangan dengan amanat UUD 1945. Ia menjelaskan bahwa reklamasi tambang kerap diperlakukan hanya sebagai formalitas administratif. Banyak perusahaan menambang ratusan hektare, tetapi tidak melakukan pemulihan lingkungan sesuai kewajiban.
“Perusahaan menambang seratus hektar, tapi paling-paling reklamasi hanya dua puluh sampai tiga puluh persen. Sisanya dibiarkan menganga dan membahayakan warga,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bastian mengungkapkan praktik manipulasi data yang sudah menjadi kebiasaan. Perusahaan hanya merapikan sebagian kecil area untuk diambil foto, lalu disertakan dalam laporan seolah reklamasi telah selesai seratus persen.
“Ini fakta. Foto diambil di titik-titik yang rapi saja, padahal kondisi sebenarnya rusak parah. Bahkan ada mantan kepala dinas yang dipenjara karena menarik jaminan reklamasi pakai data palsu,” tegasnya.
Selain reklamasi, Bastian juga menyoroti minimnya transparansi CSR perusahaan tambang. Ia menyebut banyak masyarakat yang tidak mengetahui apakah bantuan yang mereka terima bersumber dari CSR, APBD, dana desa, atau APBN. Ruang kabur ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk kepentingan politik.
Bastian menekankan bahwa program pemberdayaan masyarakat sebaiknya dikontrol dan diawasi dengan baik sehingga dalam implementasinya tidak terjadi tumpang tindih anggaran dengan dana pemerintah daerah maupun pusat.
Bastian mendorong pemerintah desa membentuk tim pelaksana CSR sebagai mekanisme kontrol. Setiap bantuan harus dipetakan berdasarkan sumber pendanaan dan diumumkan secara terbuka. CSR, kata Bastian, seharusnya diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti peternakan, perkebunan, hingga usaha produktif lainnya.
Bastian menegaskan bahwa kritik GM FKPPI bukan sekadar opini emosional. Pihaknya telah mengumpulkan laporan verifikasi reklamasi, data jaminan, citra satelit, LIDAR, hingga penelitian akademik untuk membandingkan kondisi lapangan dengan laporan perusahaan. Semua data tersebut menunjukkan lemahnya implementasi reklamasi di berbagai wilayah tambang.
Ia mengingatkan bahwa kondisi ini melanggar amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, yang menegaskan bahwa kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, serta Pasal 28H Ayat 1, yang menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketika reklamasi diabaikan dan CSR tidak transparan, maka hak rakyat tersebut otomatis dirampas.
Dalam paparannya, Bastian juga menyoroti peran media yang menurutnya belum sepenuhnya menggali persoalan ini secara mendalam.
“Media seharusnya lebih detail soal data reklamasi dan CSR. Jangan hanya menulis dari rilis perusahaan atau pemerintah. Ada permainan besar di balik layar, dan media harus berani bongkar itu,” ujar Bastian.
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian ESDM, jumlah lubang tambang yang belum direklamasi secara optimal mencapai 1.700 lubang. Fakta ini menjadi sorotan serius mengingat dampak lingkungan yang ditimbulkan dan pertanggungjawaban perusahaan serta pemerintah daerah.
Ia menegaskan bahwa tambang tidak boleh hanya dipandang sebagai aktivitas ekonomi belaka, melainkan terkait integritas negara, keselamatan lingkungan, dan masa depan generasi.
Menurut Bastian, jika praktik bobrok ini terus dibiarkan, maka Kalimantan Timur hanya akan mewarisi lubang-lubang maut dan kerusakan jangka panjang. Namun, dengan pembenahan tata kelola dan pengawasan ketat, kekayaan alam dapat benar-benar menjadi berkah bagi rakyat.
Bastian juga menegaskan bahwa tahun depan, pada Januari 2026, akan digelar diskusi terbuka di Samarinda bersama narasumber dari Kementerian ESDM, akademisi, dan para aktivis lingkungan dari berbagai daerah. GM FKPPI juga akan mengundang pemerintah provinsi untuk mendengarkan langsung kondisi lapangan dan fakta reklamasi serta CSR.
Setelah itu, agenda diskusi publik di Kabupaten Berau akan digelar kembali, sebagai lanjutan upaya GM FKPPI untuk mengawal transparansi dan tata kelola pertambangan di Kalimantan Timur.
Penulis: Vina
Editor. : Teguh S.H






