Aktivis.co.id(Sumba Barat)-Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah V mendapati temuan aset daerah mangkrak di Sumba Barat, berupa Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Bondohula, yang berlokasi di Desa Laboya Dete.Jumat (26/7/24)
Aset tersebut sudah tak lagi beroperasi, yang salah satu penyebabnya adalah masalah ketersediaan bahan baku utama.
PLTBm Bondohula merupakan hibah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Sumba Barat pada tahun 2020, dengan nilai aset ditaksir mencapai Rp30 Miliar. Aset tersebut kini tercatat sebagai Barang Milik Daerah (BMD) Sumba Barat.
PLTBm Bondohula ini diketahui dapat menghasilkan 1 megawatt dengan menggunakan bahan baku 30 ton kayu kaliandra per hari. Seandainya PLTBm ini dapat beroperasi optimal, setidaknya kurang lebih 1.000 rumah di daerah Sumba Barat, khususnya Desa Laboya Dete dapat dialiri listrik.
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Korsup KPK Wilayah V, Dian Patria, menyayangkan temuan aset yang kini mangkrak. Pemda Sumba Barat, lanjut Dian, seharusnya dapat mengkaji lebih detail lagi sebelum menerima pengelolaan hibah aset. Apalagi, Sumba Barat menjadi salah satu daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih tertinggal.
Berdasarkan postur anggaran daerah, Sumba Barat masih bergantung bantuan dari pemerintah pusat. Data Kementerian Keuangan menunjukkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumba Barat tahun 2023 sebesar 88,99% masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat. Pos anggaran hasil pajak daerah hanya di angka 2,72% dari total Rp763,45 miliar pendapatan daerah Sumba Barat.
Belum lagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumba Barat menunjukkan dalam kurun 3 tahun terakhir, angka kemiskinan di wilayah tersebut masih di atas 25%. Pada tahun 2021 persentase penduduk miskin di Sumba Barat mencapai 28,39%. Pun demikian pada tahun 2022 yakni sebesar 27,47%, sementara pada tahun 2023 berada di angka 27,17%.
“Ini yang jadi pertanyaan kami, mengapa Pemda (Sumba Barat) menerima hibah aset ini (PLTBm Bondohula), tanpa memperhitungkan terlebih dahulu kemampuan keuangan dan pengelolaan oleh daerah, terlebih aset ini sudah terhitung menjadi BMD Sumba Barat. Sangat disayangkan jika tidak ada kebermanfaatan secara langsung untuk masyarakat,” ucap Dian.
Pendampingan KPK terhadap Pemda, tambah Dian, bertujuan untuk mencegah kerugian atas aset yang dimiliki oleh daerah. Lebih jauh, Dian berharap dorongan KPK dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bebas dari korupsi.
“Sehingga, ini sudah menjadi kewajiban Pemda mengoptimalkan tata kelola aset daerah, yang dapat memberikan dampak baik bagi daerah dan masyarakat. Jangan sampai sudah daerahnya tertinggal, justru timbul celah korupsi di daerah tersebut,” tambah Dian.
Sebagai tindak lanjut atas kehadiran Tim Satgas Korsup KPK Wilayah V, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumba Barat, Anita Rinie, menyatakan upayanya untuk memperbaiki tata kelola BMD Sumba Barat. Caranya dengan mengoptimalkan aset tersebut demi kebermanfaatan bagi masyarakat, agar tidak ada lagi kebocoran yang dapat merugikan Pemda.
KPK Apresiasi Inisiatif Pemda Sumba Barat Daya
Secara terpisah, Tim Satgas Korsup KPK Wilayah V juga mendapati temuan aset mangkrak di Sumba Barat Daya, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang nilai asetnya ditaksir mencapai Rp18 miliar. Namun demikian, Pemda Sumba Barat Daya tidak menerima hibah tersebut dari Kementerian ESDM.
Alasannya, Pemda Sumba Barat Daya, menilai aset yang akan diserahkan tidak dapat dioperasikan karena masalah peralatan. Seandainya dapat bisa dioperasikan, Pemda Sumba Barat Daya menilai masih memerlukan pendampingan intensif untuk meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan aset tersebut.
Sehingga saat ini, PLTS itu tidak tercatat menjadi BMD Sumba Barat Daya. Atas langkah itu, Dian meminta Pemda untuk melakukan appraisal terlebih dahulu sebelum proses hibah aset dapat dilakukan.
“Ini merupakan langkah pencegahan baik dari Pemda Sumba Barat Daya, bagaimana perangkat daerah dapat mengetahui kebutuhan dan kapasitas untuk mengelola aset daerah secara mandiri, sekalipun dalam bentuk hibah, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi daerahnya,” pungkas Dian.
(Teguh S)