BPK RI Bongkar Kelemahan Pengelolaan, Predikat WTP Kutim Jadi Sorotan Publik,Kejagung dan KPK Menyimak.!

BPK RI Bongkar Kelemahan Pengelolaan, Predikat WTP Kutim Jadi Sorotan Publik,Kejagung dan KPK Menyimak.!

Nasional13 Dilihat

Berau,Kaltim(Aktivis.co.id) Pemerintah Kabupaten Kutai Timur Kutim kembali menjadi sorotan setelah dokumen pemantauan tindak lanjut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan BPK tahun 2024 menunjukkan rendahnya tingkat penyelesaian temuan.

Meski menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP, data BPK mencatat dari total 34 temuan hanya 9 yang dinyatakan tuntas, sementara 25 temuan lainnya masih berstatus belum ditindaklanjuti atau belum sesuai.

 

Sesuai amanat Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK paling lambat 60 hari setelah laporan diterima.

Keterlambatan atau ketidakpatuhan dapat berimplikasi administratif ataupun pidana apabila terdapat unsur penyimpangan, terutama yang menyangkut kerugian negara.

Temuan yang belum terselesaikan menyentuh sektor strategis tata kelola keuangan daerah, seperti:

1. Verifikasi laporan hibah yang belum lengkap sesuai ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2019.

2. Efektivitas kebijakan konsolidasi kegiatan yang belum optimal, sehingga menghambat efisiensi belanja publik.

3. Validasi pajak daerah untuk 44 Wajib Pajak yang mencakup MBLB, mineral, hotel, PBB P2, dan air tanah, berpotensi menurunkan pendapatan daerah secara signifikan.

 

Ketua LSM Cakra Kaltim, Budi Untoro, menegaskan bahwa opini WTP seringkali menimbulkan persepsi keliru di publik. Menurutnya, temuan BPK dengan potensi kerugian negara sebesar Rp67,7 miliar justru menunjukkan adanya kelemahan serius dalam sistem pengendalian internal.

 

Ia mendorong pemerintah daerah untuk menindaklanjuti temuan BPK melalui kolaborasi lintas lembaga, sesuai mekanisme pemantauan yang telah ditetapkan dalam Pasal 21 UU Nomor 15 Tahun 2004. Bentuk kolaborasi tersebut antara lain:

• BPK RI selaku lembaga pemeriksa
Melakukan pemantauan progres tindak lanjut dan memberikan penilaian objektif atas langkah perbaikan yang ditempuh Pemkab Kutim.

• Inspektorat Daerah sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah APIP
Memastikan rekomendasi BPK dijalankan melalui audit investigatif, audit kinerja, dan audit kepatuhan, serta membina seluruh OPD untuk memperbaiki kelemahan sistemik.

• Aparat Penegak Hukum APH Kepolisian, Kejaksaan, dan bila perlu KPK
Menindaklanjuti temuan BPK yang berindikasi pidana, terutama dalam lingkup penyalahgunaan kewenangan, kerugian negara, atau transaksi politik.

 

• Badan Pendapatan Daerah Bapenda
Mengoptimalkan kembali penagihan serta validasi pajak 44 WP yang menjadi salah satu sumber kebocoran penerimaan.

 

• Bappeda dan Badan Keuangan dan Aset Daerah BKAD
Melakukan harmonisasi data, konsolidasi kegiatan, dan perbaikan mekanisme perencanaan serta penganggaran sesuai Permendagri Nomor 77 Tahun 2020.

 

• DPRD Kutai Timur
Menjalankan fungsi pengawasan secara independen dengan meminta laporan resmi dari eksekutif, serta membuka ruang rapat dengar pendapat RDP untuk memastikan transparansi kepada publik.

 

Di tengah sorotan BPK, dinamika politik Kutai Timur turut memanas akibat pemberitaan sejumlah media lokal dan nasional mengenai dugaan transaksi politik berupa penjualan proyek APBD senilai Rp600 miliar.

 

Dugaan tersebut mengaitkan Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman dengan seorang pengusaha tambang dari Balikpapan bernama Haji Herman dan disebut berkaitan dengan dugaan utang politik pasca Pilkada 2024.

 

Sejumlah pejabat, termasuk Plt Kepala Bappeda Noviari Noor, Kabid Perencanaan Marhadyn, serta Sekda Kutim Rizali Hadi, belum memberikan klarifikasi resmi. Sementara itu, Bupati Ardiansyah telah membantah seluruh tudingan tersebut melalui pernyataan publik.

 

Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001, dugaan jual beli proyek dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi bila memenuhi unsur penyalahgunaan kewenangan, perbuatan memperkaya diri sendiri, atau praktik gratifikasi.

 

LSM Cakra Kaltim menegaskan bahwa penyelesaian temuan BPK dan klarifikasi atas isu politik harus dilakukan melalui kolaborasi terukur antara BPK, APIP, APH, DPRD, dan seluruh OPD teknis. Hal ini sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

 

Situasi Kutai Timur saat ini membutuhkan langkah korektif yang nyata dan terukur. Pertanyaan utama publik adalah bagaimana Pemkab Kutim merespons rekomendasi BPK RI dan desakan audit menyeluruh, mengingat potensi kerugian Rp67,7 miliar serta isu transaksi politik yang terus berkembang.***

Editor: Teguh S.H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *