(Aktivis.co.id) Sejumlah warga mempertanyakan keaslian dan keabsahan syarat pencairan Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan Rakyat (BLT Kesra) 2025 setelah beredar daftar ketentuan yang dinilai memberatkan.Senin(24/11/25)
Literasi Aktual menelusuri aturan resmi dan membandingkannya dengan syarat teknis yang diterapkan di sejumlah desa dan kantor pos.
Hasil penelusuran menunjukkan bahwa sebagian poin memang sesuai regulasi nasional, namun beberapa syarat lain ternyata bukan aturan resmi pemerintah, melainkan ketentuan tambahan di tingkat lokal.
Dalam ketentuan pusat, penerima bantuan atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM) wajib hadir sesuai jadwal yang tercantum dalam surat undangan resmi dari Kantor Pos. Undangan tersebut diberikan melalui desa atau kurir pos, memuat waktu dan lokasi pencairan. Dokumen ini menjadi dasar utama kehadiran warga.
Untuk kelengkapan identitas, aturan nasional mewajibkan KPM membawa KTP asli dan surat undangan. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa Kartu Keluarga (KK) kadang diminta di lapangan, sehingga membawa KTP dan KK dinilai paling aman untuk menghindari kendala saat proses verifikasi.
Ketentuan terkait pencairan yang diwakilkan juga selaras dengan kebijakan pusat. Penerima dapat diwakilkan, namun hanya oleh anggota keluarga yang terdaftar dalam satu Kartu Keluarga yang sama. Pihak yang mewakili wajib membawa KTP asli, KK, dan identitas penerima.
Kantor Pos juga menetapkan bahwa perwakilan harus berasal dari keluarga inti, seperti anak, suami, istri, atau keluarga dalam satu alamat sesuai catatan kependudukan.
Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa bantuan BLT Kesra harus diterima utuh tanpa potongan biaya apa pun. Setiap bentuk pungutan oleh oknum desa, RT, atau lembaga apa pun dinyatakan sebagai pelanggaran.
Dari sisi kriteria penerima, BLT Kesra 2025 diberikan kepada warga yang masuk dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), khususnya yang berada pada desil kesejahteraan 1 hingga 4. Proses penyaluran secara nasional dimulai sejak akhir Oktober 2025 dan dilaksanakan secara bertahap melalui Kantor Pos.
Namun, dari hasil penelusuran Media Aktivis.co.id ditemukan perbedaan mencolok antara aturan pusat dan versi syarat yang beredar di masyarakat. Salah satunya, syarat “surat keterangan desa jika ditemukan perbedaan NIK antara data Pos dan KTP” tidak muncul dalam kebijakan resmi Kemensos maupun Pos Indonesia.
Persyaratan tersebut diduga merupakan kebijakan tambahan dari aparat desa atau kecamatan untuk mempermudah verifikasi administrasi, bukan kewajiban nasional.
Demikian pula ketentuan “surat wali bagi anak di bawah 17 tahun yang mewakili orang tua”, yang tidak tercantum dalam pedoman pusat. Aturan nasional hanya menyebut bahwa wakil harus satu KK, tanpa menyebutkan batas usia tertentu. Ketentuan seperti ini lebih tepat disebut kebijakan teknis lokal.
Syarat membawa fotokopi KTP dan KK juga tidak tercantum dalam aturan pusat. Dalam praktik, permintaan fotokopi merupakan langkah administrasi di beberapa desa atau kantor pos, bukan persyaratan nasional yang diwajibkan.
Dengan kondisi ini, masyarakat diminta lebih cermat memahami perbedaan antara kebijakan nasional dan kebijakan teknis lokal. Aturan resmi BLT Kesra tetap merujuk pada undangan pencairan yang diterbitkan Kantor Pos, sementara tambahan dokumen biasanya bersifat penunjang dan dapat berbeda antar wilayah.
Praktisi layanan sosial mengingatkan bahwa KPM sebaiknya selalu mengacu pada informasi resmi yang diterima dalam undangan, serta memastikan tidak ada pungutan dalam bentuk apa pun selama proses pencairan.
Media akan terus mengawal dan memeriksa setiap kebijakan penyaluran bantuan sosial agar publik mendapat informasi jelas dan terverifikasi.***
Penulis: Teguh S.H






